Jumat, 07 September 2012

Tradisi Islam Nusantara


Tradisi Islam Nusantara
A.      Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta  buddhayah  ysng merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal.
Menurut pendapat Melville, Edward B. Taylor, menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, di dalamnya terdapat pengetahuan/pemukiran, kepercayaan/religi, kesenian, moral, hokum,adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Seni atau kesenian termasuk bagian dari kebudayaan. Di antaranya perwujudan kebudayaan yang lain adalah pola piker dan perilaku manusia, bahasa, peralatan hidup, , dan organisasi social yang semua itu ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan masyarakat.
Tradisi adalah adat kebiasaan yang turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan masyarakat. Adapun tradisi Islam adalah suatu adat kebiasaan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai agama Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa seni dan kebudayaan Islam yang berkembang di seluruh kepulauan Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan yang sudah lama berada di kesukuan tersebut. Selain itu, kebudayaan Islam di Indonesia berkembang setelah terjadi akulturasi (percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi)dengan kebudayaan saat itu. Contohnya  adat Makeuta dari Sumatra, yaitu adat yang berlaku di kalngan masyarakat yang merupakan hasil perpaduan antara adat lokal yang telah berlaku sejak nenek moyang mayarakat Aceh dengan adat yang didasari nilai-nilai agama Islam. Contoh lain adalah kesenian wayang kulit di Jawa. Kesenian wayang yang pertama kali dilakukan oleh Sunan Kalijaga merupakan perpaduan antara kisah wayang yang menceritakan tentang tokoh para dewa dengan nilai-nilai Islam.
Berikut adalah budaya lokal yang merupakan tradisi Islam.
1.       Upacara Grebeg
Grebek berasal dari kata grebe, gerbeg. Kata dalam bahasa Jawa anggrebeg yang bermaknya menggiring raja, pembesar, atau pengantin. Grebeg Kraton Kesultanan Yogyakarta pertama kali diadakan oleh Sultan Hamengkubowono I dengan mengeluarkan hajat dengan berupa gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan gepak, dan gunungan kutug/bromo. Grebeg dalam 1 tahun diadakan tiga kali, yaitu :
a.       Grebeg poso/Syawal/bakdo yang diadakan setiap tanggal 1 Syawal (Idul Fitri) yang bertujuan menghormati bulan suci Ramadhan dan malam lailatul qadar.
b.      Grebeg besar yang diadakan pada tanggal 10 Zulhijah bertujuan untuk merayakan Idul Adha.
c.       Grebeg Maulud yang diadakan pada tanggal 12 Rabiul Awal bertujuan untuk memperingati Maulud/kelahiran Nabi Muhammad saw.
Selain Yogyakarta.Kota  Demak, Surakarta, dan Cirebon juga merayakan tradisi grebeg ini.
2.       Gamelan Sekaten
Gamelan Jawa pertama kali dibawakan oleh Sunan Bonang dalam rangka menyebarkan agama Islam untuk menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan Jawa yang menggemari wayang dan musik gamelan. Oleh karena itu, ia menciuptakan gending-gending Jawa yang memiliki nilai-nilai Islam. Setiap bait lagu diselingi ucapan dua kalimat syahadat (syahadatin) sehinga musik gamelan yang mengiringinya dikenal dengan istilah sekaten.
3.       Perhitungan Tahun Caka (Saka)
Sejak abad ke-8 M di Jawa sudah ada kerajaan Hindu-Jawa yang menggunakan perhitungan waktu  dengan menggunakan system angka menurut saka. Akan tetapi, setelah datangnya Islam pada bad ke-16 M kerajaan-kerajaan di Jawa mulai menggunakan system penanggalan Arab yang disebut tahun Hijriah. Tahun Hijriah diberlakukan di Jawa pada masa itu karena kerajaan-kerajaan Islam harus menyamakan dengan peringatan-peringatan penting dalam agama Islam, seperti idul Fitri setiap tanggal  1 Syawal, Idul Adha 10 Zulhijah, dan Maulud Nabi Muhammad saw. 12 Rabiul Awal.
4.       Pesta Tabuik
Di Sumatra terdapat suatu pertunjukan berbentuk prosesi benda ritual yang yang dinamakan  tabuik.  Upacara ini diadakan untuk memperingati gugurnya pahlawan Islam yang bernama Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad saw.). Husein gugur pada saat mempertahankan haknya sebagai pewaris tahta khalifah Syiah yang direbut oleh Raja Yazid dari Bani Umayah.
5.       Panah Kalimasada
Dalam pewayangan kalimasada adalah senjata pusakanya Prabu Puntadewa, Raja Amarta. Setelah Islam masuk melalui peran Wali Sanga (Sunan Kalijaga), kalimasada digunakan sebagai media dakwah. Kalimasada tersebut berisikan kalimat syahadat sebagai ajaran tauhid Islam dalam cerita pewayangan. Adapun tokoh yang menjadi teladan dalam cerita tersebut adalah Puntadewa yang berhati bersih dan suci.

6.       Nicitruti, Nitisastra, dan Astabrata
Nicitruti, Nitisasatra, dan Astabrata adalah karya sastra Jawa berbentuk pantun
                                yang berisi  tentang nasihat atau akhlak yang baik.

7.       Kesenian-Kesenian Trasdisional
Dalam penyebaran agama Islam, seni merupakan salah satu media yang digunakan untuk menarik masyarakat. Contohnya gambang kromong dan orkes gambus dari Betawie.
Selain kesenian yang menjadi peninggalan, masjid juga merupakan kebudayaan Islam. Berikut masjid peninggalan budaya Islam pada beberapa daerah di Indonesia :
1.       Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman merupakan masjid terindah di Asia Tenggara yang terletak di NAD. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Aceh.






2.       Masjid Agung Banten


Satu-satunya peninggalan kuno di Banten yang masih berdiri kokoh di banten adalah Masjid Agung Banten yang didirikan pada 5 Zulhijjah 966 H pada Masa Pemerintahan  Sultan Maulana Hasanuddin.

3.       Masjid Agung Demak


Masjid Agung Demak terletak di Desa Kauman-Demak, Jawa Tengah. Demak adalah kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Selain sebagai pusat pemerintahan, Demak juga menjadi pusat kegiatan dakwah para wali songo pada masa pemerintahan Raden Fatah.

B.      Apresiasi terhadap Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
Dalam menjalankan ajaran Islam, terkadang seseorang memiliki tradisi atau kebiassan yang berbeda antar satu daerah dengan daerah yang lainnya. Bercampurnya agama Islam dilakukan dengan cara sbb:
1.       Perkawinan
Dalam pelaksanaan akad nikah biasanya dilakukan dengan mengikuti syariat Islam, tetapi dalam hal upacara atauwalimah banyak terpengaruh oleh adat istiadat setempat,contoh:
a.       Setelah selesai akad nikah, kedua mempelai disuruh bersanding lalu diadakan upacara saweran
b.      Selesai upacara saweran, pengantin lelaki disuruh menginjak telor ayam dan sepotong bambu kecil. Telur dan bambu kecil diinjak bersamaan.
c.       Setelah selesai upacara walimahan dan membaca do’a, kedua mempelai diberi nasi untuk dimakan bersama.

2.       Kelahiran
Dalam adat istiadat nenek moyang terdapat tradisi selamatan 4 bulan dan nujuh bulanan yang berasal dari kebudayaan Hindu. Tetapi Islam tidak melarang adat itu karena dibarengi dengan membaca ayat suci Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Mu’minun ayat 12-14 :


Artinya :

“Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik. [QS. al-Mukminun (23):12-14]”

3.      Kematian
Dalam ajaran Islam bila ada seseorang meninggal dunia, kewajiban yang hidup, antara lain memandikan, mangkafani, melayatkan, dan memakamkan. Selain itu ada hal-hal yang dilakukan saat upacara pemakaman, seperti bacaan talkin yang bertujuan agar manusia yang hidup khususnya pengantar jenazah sadar bahwa ia akan mengalami kematian.
Ada tambahannya yang diambil dari agama Kebudayaan Hindu, tetapi diisi dengan membaca tayyibah ( tahlilan ) dan doa bagi yang meningggal dunia. Tradisi ini disebut dengan selamatan 7 hari berturut-turut kemuduan 40 hari, dan 100 hari.

3 komentar: